Webinar INFID: Perlindungan Hak Bagi Perempuan Pekerja dan Lingkungan yang Berkelanjutan
TanjakNews.com, Jakarta -- Webinar kedua dalam Seri Webinar Bisnis dan HAM/Webinar Series on BHR, INFID menghelat webinar “Panduan Penerapan Prinsip-Prinsip PBB Mengenai Bisnis dan HAM (UNGPs on Business and Human Rights), Kamis (30/7/2020) pagi mulai pukul 10.00 sampai 12.00 WIB.
Webinar kali ini mengusung tema "Perlindungan Hak Perempuan dan Lingkungan yang Berkelanjutan" dimoderatori oleh Ketua Kalyanamitra Listyowati.
Dalam diskusi ini hadir Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi, Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan Atnike N. Sigiro, Ketua Puspita Bahari Demak Masnuah, dan Deputi Direktur Advokasi Elsam Andi Muttaqien sebagai pembicara.
Menurut panitia webinar dihelat guna menyediakan medium diskusi untuk terus menggulirkan isu bisnis dan HAM, serta kaitannya dengan pengimplementasian Panduan Penerapan Prinsip-prinsip PBB mengenai Bisnis dan HAM/UNGPs on BHR di Indonesia. UNGPs on BHR sebagai soft law yang menjadi acuan paling otoritatif harus diterapkan secara nyata agar tanggung jawab HAM dari korporasi terhadap perempuan dan lingkungan dapat terealisasi.
Webinar kali ini menaruh fokus pada urgensi mengintegrasikan isu pemberdayaan ekonomi perempuan dan ketahanan terhadap perubahan iklim dalam payung bisnis dan HAM.
Ketua Puspita Bahari Demak Masnuah secara spesifik memaparkan mengenai kondisi kehidupan perempuan nelayan. Menurutnya, perubahan cuaca yang ekstrem akan mempengaruhi minimnya hasil tangkapan dan produksi. Hal ini kemudian berimbas pada goyahnya kondisi ekonomi keluarga nelayan yang memicu dampak buruk seperti anak putus sekolah, tindakan KDRT, dan lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Atnike Nova Sigiro mengungkapkan perubahan iklim memiliki dampak yang cukup signifikan bagi perempuan, terutama di tiga aspek:
Pertama, semakin beratnya tanggung jawab pengasuhan; Kedua, kerentanan terhadap kemiskinan meningkat; dan Ketiga, kerentanan perempuan terhadap kekerasan semakin meningkat.
Melihat dampak yang besar ini, dibutuhkan tanggung jawab dari perusahaan dan negara untuk memastikan terpenuhinya hak perempuan dan lingkungan yang berkelanjutan. Ini berkaitan dengan perubahan iklim yang tidak hanya dapat terjadi secara alamiah, melainkan dapat pula terjadi akibat intervensi manusia (antropogenic).
“Operasi besar korporasi yang melibatkan pembakaran hutan, residu pabrik, dan lainnya, menyumbang produksi karbon secara besar-besaran dan membawa dampak perubahan iklim yang lebih cepat,” ungkap Atnike.
Guna memastikan berjalannya bisnis yang bertanggungjawab pada hak asasi manusia, pemerintah mendukung pengimplementasian UNGPs on BHR di Indonesia. Kementerian Hukum dan HAM, misalnya, telah menerbitkan kajian mengenai Bisnis dan HAM, khususnya di bidang pertambangan, perkebunan, dan pariwisata.
Di tingkat regulasi, telah diterbitkan Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2015-2019, memasukkan isu bisnis dan HAM ke dalam RANHAM 2015-2019.
Menindaklanjuti RANHAM 2015-2019, Kementerian Hukum dan HAM saat ini sedang melakukan pembahasan rancangan/draft Aksi HAM untuk RANHAM 2020-2024, yang memiliki empat kelompok sasaran, yakni perempuan, anak, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas. Pembahasan ini dilakukan bersama dengan berbagai kementerian/lembaga terkait dan juga Sekretariat Bersama Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia.
Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi mengungkapkan, Rancangan Aksi HAM akan memasukan pemberdayaan ekonomi perempuan sebagai salah satu sasaran strategisnya, yaitu meningkatnya akses perempuan dalam situasi khusus terhadap pelayanan publik dan penghidupan yang layak, seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan peluang usaha. Selain itu, saat ini juga sedang didiskusikan mengenai posibilitas bantuan keuangan mandiri bagi perempuan kepala keluarga di bidang UMKM atau mengembangkan kebijakan untuk mempromosikan dan mendorong kewirausahaan perempuan.
Dari sudut masyarakat sipil, Deputi Direktur Advokasi Elsam Andi Muttaqien menyatakan, saat ini sudah cukup banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat sipil untuk terus mempromosikan UNGPs on BHR. Elsam, misalnya, bekerja sama dengan Komnas HAM, sudah memformulasikan RAN Bisnis dan HAM pada 2017. Selain dari masyarakat sipil dan pemerintah pusat.
Andi menyatakan, beberapa korporasi sudah memulai pengimplementasian UNGPs on BHR, misalnya Indonesia Global Compact Network (IGCN), Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Hal ini kemudian menjadi alasan Andi menyayangkan Strategi Nasional Bisnis dan HAM yang hanya melibatkan BUMN saja. Menurutnya, penting bagi pemerintah untuk melibatkan korporasi yang sudah mulai bertanggung jawab terhadap HAM di dalam Strategi Nasional Bisnis dan HAM. (Oce)
