News Breaking
Live
update

Breaking News

Tiga Butir Kurma

Tiga Butir Kurma



Oleh: All Amin

TIGA butir kurma terenak yang pernah saya makan. Sungguh berkesan. Bukan karena itu kurma kualitas terbaik. Tapi, jalannya sampai di tangan. Kisah indah.

Tak indah bila dilihat hanya sebatas kebetulan. Dikira terhubung begitu saja, tanpa sengaja. Tanpa sebab.

Saya masih sering keceplosan mengatakan; "kebetulan". Anda mungkin tidak begitu. Seharusnya saya mengikuti Anda. Memang tak digunakan kata "kebetulan" dalam konsep Islam. Saya yang keliru.

Pemahaman yang benar itu; melihat apa pun yang terjadi, sebagai takdir Allah. Semuanya atas izin Allah. 

Tak ada yang luput. Tak ada yang autopilot, yang disimpulkan dalam kata "kebetulan" itu.

Perbedaan pemahaman itu. Menimbulkan rasa yang berbeda, dalam melihat setiap kejadian. Beda kesimpulan.

Misalkan ketika melihat; pergantian siang dan malam. 

Pemilik paham "kebetulan", melihatnya sebagai rutinitas biasa-biasa saja. Hanya sebagai penanda waktu beraktivitas duniawi; tak lebih.

Padahal kita disuruh untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Pada pergantian siang dan malam itu.

Kembali ke cerita;

Siang itu saya jalan di swalayan. Bulan puasa, beberapa waktu silam.

Tampak ada kurma dipajang di rak. Rasa nak membeli. Terbayang buka puasa dengan kurma. Atau, malam-malam ngopi, camilannya kurma. Harganya 35 ribu sekotak; mahal.

Mahal dan murah itu, bukan soal besaran harga. Tapi, terkait kemampuan membeli. 

Semangka 25 ribu; mahal. Bila tak mampu beli. Berlian seukuran biji semangka, 25 juta; murah. Bila terbeli.

Hari itu, saya tak bisa membeli kurma yang harganya cuma 35 ribu itu.

Lalu, teringat pesan guru mengaji. 

Pernah diajarkan; ada hadis Rasulullah Saw. "Mintalah kepada Allah bahkan meminta tali sendal sekalipun.” (HR. Al Baihaqi)

Diajarkan pula, nasihat dari Ali bin Abi Thalib. “Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.” 

Saya haqul yakin pada dalil-dalil itu.

Lalu terselip dalam rangkaian doa. Berdoa agar bisa makan kurma hari itu.

Pun memikirkan ikhtiar apa yang bisa dilakukan. Qadarullah, tak tampak jalan. Sedang tak bisa membeli sekotak kurma.

Begitulah konsekuensi jadi seorang pelaku usaha. Putaran hidupnya sering dramatis. Siklusnya sering ekstrim. 




Kondisi yang kerap saya rasa. Dan, banyak pula menyaksikan keadaan serupa.

Rasanya kadang bak naik roller coaster. Kencang, melayang, terbang, dan terlentang.

Taburan pujian seiring lampiran proposal sumbangan. Dan, lembaran tagihan sepaket dengan makian. 

Selalu silih berganti. Bertukar dalam hitungan menit. Dan, bisa datang dari tempat yang sama. 

Itu biasa terjadi. Siklus alamiah. Tak perlu kaget.

Ketika rezeki sedang bagus. Hasil berdagang sehari, cukup untuk makan setahun. 

Ketika tiba masa nyungsep. Makan pun kadang mesti ditahan. Sekalian puasa.

Bagi yang ingin jadi pelaku usaha. Harus menyiapkan diri, untuk menghadapi dua situasi kontras itu. Kemungkinan terjadinya 98,7%.

Kembali lagi ke cerita;

Sampai sore, masih tak bisa membeli kurma itu. Ya, sudahlah. Belum rezeki.

Malam pulang tarawih. Saya melihat ada kotak di meja. Saya tanya, rupanya ada tetangga yang mengakikahkan anaknya. Mengirimkan makanan. Dan, makanan itu sudah dimakan oleh anak-anak.

Malam, menjelang dibuang. Saya buka kotak itu.

Benar, sudah dimakan anak-anak. Sate tinggal lidinya. Serpihan tulang kambing. Kulit pisang, dan plastik kerupuk. 

Kecuali, ada satu bungkus yang masih utuh. Isinya: tiga butir kurma. Terselip di situ, tersenyum menyapa.

Alhamdulillah. Masyaallah. 

Begitulah, kalau Allah berkehendak memberi rezeki. Bila sudah jatahnya: pasti tiba. 

Datang dari arah yang tak disangka-sangka: begitu dalilnya. (*)

Tags