Sidang Rusli Zainal, Saksi Mantan Bupati Siak: "Begitu Surat Masuk, Langsung Saya Teken!"
Laporan Eka Satria, Pekanbaru
SIDANG lanjutan perkara korupsi kehutanan atas nama Rusli Zainal (RZ) kembali digelar di Pengadilan Tipikor, PN Pekanbaru, Rabu (4/12) Kali ini JPU KPK menghadirkan mantan Bupati Siak Arwin AS SH, sebagai saksi.
Mantan Bupati Siak 2001-2011 tersebut dimintai kesaksiannya sebagai Kepala daerah yang telah mengeluarkan izin prinsip Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) untuk lima perusahaan yang mengajukan izin di Kabupaten Siak. Hanya saja Arwin tidak ingat kelima perusahaan tersebut. Ia hanya ingat PT Sumber Seraya Mandiri. Termasuk berapa luas lahan yang diberi izin, Arwin juga tak ingat.
Dari pertanyaan yang diajukan JPU KPK terungkap bahwa dalam proses pemberian izin, selaku Bupati, Arwin tak pernah mencoba mencari tahu apakah izin yang diberikannya layak atau tidak, juga ia tak memperkirakan bagaimana fakta di lapangan terkait dampak hukum yang mungkin ditimbulkan.
"Saya hanya melandaskan keputusan memberikan izin itu pada Kepala Dinas Kehutanan saja. Ia yang tahu secara teknis. Kalau saya, begitu surat masuk, langsung saya teken," jelas Arwin. Ia mengakui tak tahu bagaimana proses dari bawah dari permohonan izin tersebut.
Setelah surat izin prinsip IUPHHK-HT ditandatangani urusan selanjutnya diserahkan pada Kadinas Kehutanan. ,"Saya tidak pernah mengecek apa saja yg dilakukan perusahaan tersebut termasuk penebangan hutan. Saya baru tahu setelah perkara saya disidangkan," aku saksi Arwin.
Sebagai Bupati, Arwin hanya menerima laporan dari Kadinas Kehutanan Asal Rahman bahwa tidak ada masalah. Ia mengaku tidak pernah dijelaskan Kadinas tentang kemungkinan jika persyaratan tidak lengkap Bupati bisa menolak memberikan izin.
Ketua Majelis Hakim Bachtiar Sitompul SH kemudian menanyakan apakah saksi tidak pernah terpikir bagaimana dampak sebuah izin yang ditandatangani seorang pejabat.
"Anda tinggal teken saja, apa anda tidak takut puluhan ribu hektar itu milik negara dan menyangkut nasib banyak orang?" tanya Hakim Bachtiar Sitompul.
Saksi mengakui tidak pernah mencoba membaca aturan yang ada. Ia tetap mengandalkan segala hal mengenai teknis ia percayakan pada Kadishut. Begitu Kadishut menyerahkan surat berupa izin prinsip untuk ditandatangani, saksi membubuhkan tanda tangan.
Terkait izin prinsip yang telah ditandatanganinya, Arwin mengaku tidak pernah menemui terdakwa RZ. Ia tak ingat apakah izin tersebut masih memerlukan proses lebih lanjut di tingat atas.
Pertimbangan Arwin dalam memberikan izin, diakuinya hanya agar ada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Pertimbangan lainnya kata saksi adalah karena lahan adalah bekas HPH karena bekas HPH menurutnya takut nanti diserobot oleh pihak-pihak tertentu atau petani
Ketidakmengertian mantan Bupati Siak tersebut dalam perizinan kehutanan juga terungkap dari pengakuanya bahwa Izin prinsip bersifat final. Selaku Bupati pada saat itu ia menganggap setelah izin ia teken, perusahaan langsung beroperasi. Sementara sesuai prosesnya, izin itu masih memerlukan pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Bagan Kerja Tahunan (BKT) yang dalam kasus ini ternyata ditandatangani RZ selaku gubernur.
Pengacara RZ kemudian mempertanyakan bahwa atas tindakan saksi selaku Bupati, apakah ia tahu yang diuntungkan sebenarnya adalah korporasi atau perusahaan. Saksi hanya menggeleng dan bekata pendek, "tidak tahu,".
Saksi kedua JPU KPK Ir Amin Budyadi, mantan Kadinas Kehutanan Kabupaten Siak 2004-2007 mengakui pengesahan RKT dan BKT yang diajukan tahun 2003 telah disahkan RZ selaku gubernur.
Sebelumnya, rencana penebangan kayu hutan alam di areal IUPHH-KT yang diterbitkan para bupati dinilai tidak sesuai dengan Kepmenhut no 21 tahun 2001 tentang kriteria dan standar IUPHH-KT. Namun terdakwa RZ saat itu tetap mengeluarkan pengesahan karena berprinsip BKT IUPHH-KT adalah hal rutin dan sekaligus untuk percepatan hutan tanaman serta untuk pemenuhan bahan baku.
Saksi Amin Budyadi dalam keterangannya mengatakan saat pengesahan dilakukan terdakwa ia merasakan ada kejanggalan, dimana antara SK dengan apa yang ada di buku berbeda. Ia saat itu pernah menanyakan kejanggalan itu di sebuah forum Dishut Riau Antara SK dengan buku berbeda, kenapa ada tanda tangan pengesahan oleh gubernur.
"Jawaban yang saya terima waktu itu adalah karena itu satu kesatuan. Setelah itu saya tak melanjutkan pertanyaan lagi," kata saksi menjawab pertanyaan Hakim Bachtiar Sitompul.
Saksi lainnya Tengku Zulhelmi, mantan Kadishut Kabupaten Pelalawan di depan persidangan ragu-ragu menjawab pertanyaan JPU tentang beberapa perusahaan pemohon izin IUPHH-KT yang ternyata dimiliki oleh Tengku Azmun Jaafar, kakak Bupati Pelalawan Tengku Lukman Jaafar.
"Ya punyanya pak Azmun, PT Bhakti Praja Mulia dan PT Lindung Bulan, itu atas laporan dari staf saya," jawab Zulhelmi.
Tengku Zulhelmi tak membantah pernyataan JPU bahwa penebangan terjadi setelah RKT disahkan Gubernur. Namun ia tak ingat berapa jumlah dan hasil penjualan dari penebangan oleh perusahaan pemegang izin. ***
Powered by Telkomsel BlackBerry®
SIDANG lanjutan perkara korupsi kehutanan atas nama Rusli Zainal (RZ) kembali digelar di Pengadilan Tipikor, PN Pekanbaru, Rabu (4/12) Kali ini JPU KPK menghadirkan mantan Bupati Siak Arwin AS SH, sebagai saksi.
Mantan Bupati Siak 2001-2011 tersebut dimintai kesaksiannya sebagai Kepala daerah yang telah mengeluarkan izin prinsip Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) untuk lima perusahaan yang mengajukan izin di Kabupaten Siak. Hanya saja Arwin tidak ingat kelima perusahaan tersebut. Ia hanya ingat PT Sumber Seraya Mandiri. Termasuk berapa luas lahan yang diberi izin, Arwin juga tak ingat.
Dari pertanyaan yang diajukan JPU KPK terungkap bahwa dalam proses pemberian izin, selaku Bupati, Arwin tak pernah mencoba mencari tahu apakah izin yang diberikannya layak atau tidak, juga ia tak memperkirakan bagaimana fakta di lapangan terkait dampak hukum yang mungkin ditimbulkan.
"Saya hanya melandaskan keputusan memberikan izin itu pada Kepala Dinas Kehutanan saja. Ia yang tahu secara teknis. Kalau saya, begitu surat masuk, langsung saya teken," jelas Arwin. Ia mengakui tak tahu bagaimana proses dari bawah dari permohonan izin tersebut.
Setelah surat izin prinsip IUPHHK-HT ditandatangani urusan selanjutnya diserahkan pada Kadinas Kehutanan. ,"Saya tidak pernah mengecek apa saja yg dilakukan perusahaan tersebut termasuk penebangan hutan. Saya baru tahu setelah perkara saya disidangkan," aku saksi Arwin.
Sebagai Bupati, Arwin hanya menerima laporan dari Kadinas Kehutanan Asal Rahman bahwa tidak ada masalah. Ia mengaku tidak pernah dijelaskan Kadinas tentang kemungkinan jika persyaratan tidak lengkap Bupati bisa menolak memberikan izin.
Ketua Majelis Hakim Bachtiar Sitompul SH kemudian menanyakan apakah saksi tidak pernah terpikir bagaimana dampak sebuah izin yang ditandatangani seorang pejabat.
"Anda tinggal teken saja, apa anda tidak takut puluhan ribu hektar itu milik negara dan menyangkut nasib banyak orang?" tanya Hakim Bachtiar Sitompul.
Saksi mengakui tidak pernah mencoba membaca aturan yang ada. Ia tetap mengandalkan segala hal mengenai teknis ia percayakan pada Kadishut. Begitu Kadishut menyerahkan surat berupa izin prinsip untuk ditandatangani, saksi membubuhkan tanda tangan.
Terkait izin prinsip yang telah ditandatanganinya, Arwin mengaku tidak pernah menemui terdakwa RZ. Ia tak ingat apakah izin tersebut masih memerlukan proses lebih lanjut di tingat atas.
Pertimbangan Arwin dalam memberikan izin, diakuinya hanya agar ada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Pertimbangan lainnya kata saksi adalah karena lahan adalah bekas HPH karena bekas HPH menurutnya takut nanti diserobot oleh pihak-pihak tertentu atau petani
Ketidakmengertian mantan Bupati Siak tersebut dalam perizinan kehutanan juga terungkap dari pengakuanya bahwa Izin prinsip bersifat final. Selaku Bupati pada saat itu ia menganggap setelah izin ia teken, perusahaan langsung beroperasi. Sementara sesuai prosesnya, izin itu masih memerlukan pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Bagan Kerja Tahunan (BKT) yang dalam kasus ini ternyata ditandatangani RZ selaku gubernur.
Pengacara RZ kemudian mempertanyakan bahwa atas tindakan saksi selaku Bupati, apakah ia tahu yang diuntungkan sebenarnya adalah korporasi atau perusahaan. Saksi hanya menggeleng dan bekata pendek, "tidak tahu,".
Saksi kedua JPU KPK Ir Amin Budyadi, mantan Kadinas Kehutanan Kabupaten Siak 2004-2007 mengakui pengesahan RKT dan BKT yang diajukan tahun 2003 telah disahkan RZ selaku gubernur.
Sebelumnya, rencana penebangan kayu hutan alam di areal IUPHH-KT yang diterbitkan para bupati dinilai tidak sesuai dengan Kepmenhut no 21 tahun 2001 tentang kriteria dan standar IUPHH-KT. Namun terdakwa RZ saat itu tetap mengeluarkan pengesahan karena berprinsip BKT IUPHH-KT adalah hal rutin dan sekaligus untuk percepatan hutan tanaman serta untuk pemenuhan bahan baku.
Saksi Amin Budyadi dalam keterangannya mengatakan saat pengesahan dilakukan terdakwa ia merasakan ada kejanggalan, dimana antara SK dengan apa yang ada di buku berbeda. Ia saat itu pernah menanyakan kejanggalan itu di sebuah forum Dishut Riau Antara SK dengan buku berbeda, kenapa ada tanda tangan pengesahan oleh gubernur.
"Jawaban yang saya terima waktu itu adalah karena itu satu kesatuan. Setelah itu saya tak melanjutkan pertanyaan lagi," kata saksi menjawab pertanyaan Hakim Bachtiar Sitompul.
Saksi lainnya Tengku Zulhelmi, mantan Kadishut Kabupaten Pelalawan di depan persidangan ragu-ragu menjawab pertanyaan JPU tentang beberapa perusahaan pemohon izin IUPHH-KT yang ternyata dimiliki oleh Tengku Azmun Jaafar, kakak Bupati Pelalawan Tengku Lukman Jaafar.
"Ya punyanya pak Azmun, PT Bhakti Praja Mulia dan PT Lindung Bulan, itu atas laporan dari staf saya," jawab Zulhelmi.
Tengku Zulhelmi tak membantah pernyataan JPU bahwa penebangan terjadi setelah RKT disahkan Gubernur. Namun ia tak ingat berapa jumlah dan hasil penjualan dari penebangan oleh perusahaan pemegang izin. ***
Powered by Telkomsel BlackBerry®

