News Breaking
Live
update

Breaking News

Petisi 50, Nasution Kukuh Tak Mau Minta Maaf

Petisi 50, Nasution Kukuh Tak Mau Minta Maaf




TANJAKNEWS.COM, PEKANBARU -- Pada Rapim ABRI di Pekanbaru, 27 Maret 1980, Presiden Soeharto dalam pidato tanpa teksnya antara lain mengatakan, meski Pancasila dan UUD 1945 dimungkinkan untuk diubah, tapi ABRI tak ingin melakukannya. Sebab, itu sudah merupakan janji prajurit yang tertuang dalam Sapta Marga. Apabila ada pihak-pihak yang hendak mengubahnya, maka ABRI kalau perlu harus menggunakan kekuatan senjata untuk mempertahankannya. 
Bagian pidato yang kemudian memicu munculnya petisi adalah, "Daripada menggunakan senjata dalam menghadapi perubahan UUD 1945 dan Pancasila, lebih baik menculik satu orang dari 2/3 anggota MPR yang menghendaki perubahan itu, sebab 2/3 anggota MPR dikurangi satu berarti tidak sah (maksudnya tidak mencapai kuorum)".
Sedang saat peringatan hari jadi Kopassandha, di Cijantung, Jakarta, pada 16 April 1980, Presiden Soeharto antara lain mengungkapkan adanya ancaman terhadap Pancasila hingga soal desas-desus negatif yang diarahkan kepada Pribadi Presiden dan keluarganya.
Pidato ini memunculkan reaksi, yang paling keras adalah petisi keprihatinan pada 5 Mei 1980, yang kemudian dikenal dengan Petisi 50. Petisi ini mewarnai panggung politik nasional bahkan sampai menjelang tahun 2000. Para penanda tangan petisi ini merupakan para tokoh yang cukup dikenal, termasuk pula sejumlah purnawirawan militer, di samping juga tokoh-tokoh yang berperan pada masa-masa pra Orde Baru.
Mereka adalah, HM Kamal, AY Mokoginta, Suyitno Sukarno, M Yasin, Ali Sadikin, Prof Dr Mr Kasman Singodimejo, M Rajab Ranggasoli, Bachrun Martosukarto SH, Abdul Mu'thi SH, M Amin Ely, Ir HM Sanusi, Mohammad Natsir, Ibrahim Madylao, M Ch Ibrahim, Bustaman SH, Burhanuddin Harahap SH, Dra SK Trimurti, Drs Chris Siner Key Timu, Maqdir Ismail, Alex Yusuf Malik SH, Julius Hussein SE, Darsjaf Rahman, Slamet Bratanata, Endy Syafruddin, Wachdiat Sukardi, Ibu D Walandouw, Hoegeng, M Sriamin, Edy Haryono, AH Nasution, AM Fatwa, , Indra K Budenani, Drs Sulaiman Hamzah, Haryono S. Yusuf, Ibrahim G Zakir, Ezra MTH Syah, Djalil Latuconsina, Djody Happy, Bakri AG Tianlean, dr Judilherry Justam, Drs Med Dody Ch. Suriadiredja, A Syofandy Zakariyya, A Bachar Mu'id, Mahjuddin Nawawi, M. Syafruddin Prawiranegara SH, Manai Shopiaan, Moh Nazir, Dr Anwar Harjono, Aziz Saleh, dan dr Haji Ali Akbar.

Pernyataan Presiden Soeharto menurut Petisi 50, telah mengajak ABRI untuk memihak, yaitu tidak berdiri di atas semua golongan masyarakat, malah memilih kawan dan lawan berdasarkan penilaian sepihak oleh penguasa saja. Selain itu, mengesankan seolah-olah ada yang menilai diri Presiden sebagai pengejawantahan (personifikasi) Pancasila, sehingga setiap kabar angin tentang diri Presiden diartìkan sebagai sikap anti Pancasila.
Presiden Soeharto, menurut Petisi 50, juga menuduh adanya usaha-usaha persiapan bersenjata, subversib, infiltrasi, dan usaha-usaha bathil lainnya dalam menyongsong Pemilu yang akan datang.

Seperti bisa ditebak ke mana bola bergulir. Pangkopkamtib Laksamana Sudomo kemudian menghendaki agar para penandatangan Petisi 50 minta maaf kepada Presiden Soeharto. Sudomo beranggapan mereka telah menyebar fitnah. Nasution bersikukuh tak mau minta maaf. Sebab, untuk melakukan hal itu, harus ditunjukkan terlebih dahulu letak kesalahannya.
"Tapi saya belum pernah diadili, tidak diberi tahu kesalahan saya. Apa lantas saya harus minta maaf? Tapi setiap lebaran saya mengirim surat kepada Soeharto. Saya mengirim surat minta maaf atas semua kesalahan saya. Baik yang disengaja maupun yang tidak. Sebagai muslim, itu sudah kewajiban saya", kata Nasution dalam sebuah bukunya.
Permintaan maaf itu agaknya bukan untuk urusan politik. Terutama menyangkut keikutsertaan dalam Petisi 50, Nasution tak mau minta maaf. Tapi dalam pertemuan dengan Presiden Soeharto pada 24 Juli 1993, saat menghadiri wisuda para taruna ABRI di Istana Merdeka, menurut sejumlah orang, Nasution tampaknya telah minta maaf. Memang tak jelas betul permintaan maaf dalam soal apa.
 "Pokoknya dari segi saya, dengan pertemuan itu apapun kesalahan saya sudah selesai. Gitu aja", ujar Nasution. (Dibyo)

(Perjalanan Hidup AH Nasution. Jenderal Tanpa Pasukan Politisi Tanpa Partai)

Tags