Alasan Sukarno Pilih Tanggal 17
![]() |
| Rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, adalah kediaman Ir. Soekarno. Di rumah ini pula proklamasi Indonesia dibacakan pada 17 Agustus 1945 |
Rumah itu dan daerah sekitarnya gelap. Jauh di dalam kamar duduk bersinarlah cahaya lampu yang menyendiri. Di dalam kegelapan itu mataku menangkap sekilas cahaya benda berkilat. Nampaknya seperti sepotong baja. Ku ulangi memperhatikannya dan menyadari kilatan sebilah pisau. Sebilah pisau panjang yang disisipkan pada ikat pinggang salah satu dari pemuda itu. Kemudian akupun menyadari bahwa masing-masing mengantongi benda bulat. Tamu-tamuku bersenjata lengkap dengan bedil, pisau, ya bahkan bersenjata golok.
Di belakang pintu yang menuju ke beranda aku melihat sekilas garis samar-samar dari tubuh Fatmawati, Sajuti Melik dan Trimurti. Mata merekapun tentu melihat apa yang aku lihat dan ketiganya berkumpul rapat ketakutan.
"Aku ini sudah lebih lama memeras keringat untuk kemerdekaan daripada engkau anak-anak, jadi jangan kira engkau bisa menekanku", kataku dingin.
Sekalipun terjadi perdebatan yang panas dan sengit, tapi tak seorangpun yang memukul-mukul meja atau berteriak-teriak. Suara kami dapat dikendalikan. Di sekeliling rumah terdapat pekarangan yang luas terbuka dan kami berbicara sedemikian rupa sehingga tak dapat didengar orang lain.
Salah seorang pemuda mengejekku dengan suara rendah. "Barangkali Bung Besar kita takut. Barangkali dia melihat hantu dalam gelap. Barangkali juga dia menunggu perintah dari Tenno Heika"
Wikana, pemimpin pemuda yang lain, mengikuti ejekan ini dengan gerakan mendadak dan tidak diduga-duga. Dia mencoba menggertakku. "Kami tidak ingin mengancammu, Bung".
Ia memeras sambil membuat langkah mengancam ke arahku dengan todongan pisau. "Revolusi berada ditangan kami sekarang dan kami MEMERINTAHKAN Bung. Kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu....."
"Lalu apa?", teriakku sambil melompat dari kursi dengan kemarahan yang menyala-nyala. "Jangan aku diancam. Jangan aku diperintah. Engkau harus mengerjakan apa yang aku ingini. Pantanganku untuk dipaksa menurut kemauanmu!".
Ia memeras sambil membuat langkah mengancam ke arahku dengan todongan pisau. "Revolusi berada ditangan kami sekarang dan kami MEMERINTAHKAN Bung. Kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu....."
"Lalu apa?", teriakku sambil melompat dari kursi dengan kemarahan yang menyala-nyala. "Jangan aku diancam. Jangan aku diperintah. Engkau harus mengerjakan apa yang aku ingini. Pantanganku untuk dipaksa menurut kemauanmu!".
Aku melompat ketengah-tengah para pemuda itu yang masing-masing memegang senjata di tangannya, melipatkan leherku, menyerahkan kudukku dan membuat gerak untuk memotong tenggorokan. "INI", kataku mengejek. "Ini kudukku, boleh potong, hayo. Boleh penggal kepalaku, engkau bisa membunuhku, tapi jangan kira aku bisa dipaksa untuk mengadakan pertumpahan darah yang sia-sia, hanya karena hendak menjalankan sesuatu menurut kemauanmu".
Suasana hening terpaku. Semua kebingungan. Tak seorang pun yang bergerak. Mereka takut. Kaget, bingung, marah. Aku mengangkat kepalaku kembali dan dengan sabar aku memandang menundukkan mata mereka. Aku menatap langsung ke dalam wajahnya sehingga mereka satu demi satu menjatuhkan pandangannya. Aku duduk lagi, butiran-butiran keringat menggantung di bibir atasku. Tak seorang pun lagi menyebut Soekarno pengecut.
Dengan suara rendah kumulai kembali percakapan kami, "Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17".
"Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja atau tanggal 16?", tanya Sukarni.
"Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan secara pertimbangan akal mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku bahwa waktu dua hari lagi adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka keramat, 17 adalah angka suci. Pertama-tama, kita sedang berada dalam bulan Ramadhan, waktu kita semua berpuasa. Bukankah begitu?".
"Ya"
"Ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Bukan begitu?".
"Ya"
"Ya"
"Hari Jum'at ini Jum'at Legi, Jum'at yang bahagia, Jum'at suci. Dan hari Jum'at adalah tanggal 17 . Al-Qur'an diturunkan tanggal 17. Orang Islam sembahyang 17 raka'at sehari semalam. Mengapa Nabi Muhammad memerintahkan 17 raka'at, mengapa tidak 10 atau 20 saja? Oleh karena kesucian angka 17 bukan buatan manusia".
"Pada waktu saya mendengar berita penyerahan Jepang, saya berpikir bahwa kita harus segera memproklamirkan kemerdekaan. Kemudian saya menyadari, adalah kemahuan Tuhan peristiwa ini akan jatuh di hariNya yang keramat. Proklamasi akan diumumkan tanggal 17. Revolusi menyusul setelah itu".
