News Breaking
Live
update

Breaking News

Terkoneksi Tapi Kesepian, Sulitnya Berteman di Era Digital

Terkoneksi Tapi Kesepian, Sulitnya Berteman di Era Digital



tanjaxNews.com- Remaja mengalami kesepian di era digital karena media sosial menciptakan ilusi koneksi yang dangkal dan memicu perbandingan sosial, sehingga mereka merasa tidak cukup baik dan terasing meskipun memiliki banyak "teman" online. Fenomena ini juga diperparah oleh kurangnya kedalaman emosional dalam interaksi virtual, yang sulit menggantikan hubungan tatap muka yang autentik. 

Hampir semua profesional kesehatan mental menyoroti dampak penggunaan media sosial sejak dini terhadap cara para remaja memahami dunia, dan juga nilai diri mereka. 

Artikel yang ditulis Crispina Robert, editor eksekutif di unit pelatihan CNA membahas soal itu dalam laman Channel News Asia yang berbasis di Singapura:

Meskipun masih terus diperdebatkan soal pembatasan gadget dan usia pengguna media sosial untuk meminimalkan dampak buruk seperti bullying dan standar kecantikan yang tidak realistis, ada hal yang jauh lebih mendasar yang sedang terjadi: ketidakmampuan untuk menjalin pertemanan.

Kenapa hal yang sesederhana berteman, sesuatu yang dulu rasanya mudah sekali dilakukan, kini jadi sangat sulit?

"Ketika kamu tanya ke anak muda, siapa yang akan mereka hubungi jika sedang merasa sangat terganggu dan butuh bicara, banyak yang menjawab 'tidak ada'," kata dr. Vivien Yang, pendiri Bloom Child Psychology.

Anak-anak sekarang juga lebih nyaman mengirim pesan teks daripada bicara langsung. Bahkan, beberapa sesi terapi dr. Yang dilakukan lewat chat, sehingga kliennya yang masih berusia anak-anak bisa dengan nyaman menuliskan masalah mereka. 

Kurangnya interaksi tatap muka ini memengaruhi kedalaman koneksi dan pertemanan yang terjalin.

CEO dari Institute of Mental Health, dr. Daniel Fung, menjelaskan bahwa berteman bukan sekadar menyapa atau meminjamkan alat tulis ke teman sebangku, lalu persahabatan akan terjalin dengan alami dan mudah.

"Tak semua orang punya insting alami atau seceria saya sehingga bisa langsung ngobrol. Ada juga orang-orang yang pemalu, jadi mereka butuh waktu dan ruang," kata dr. Fung.

Terkoneksi Tapi Kesepian

Kesepian kini telah menjadi sebuah epidemi, yaitu kondisi yang menyebar luas dan berdampak serius pada banyak orang dalam suatu populasi. Mirip seperti penyakit, tapi dalam hal ini yang terdampak adalah kesehatan mental.

Sebuah studi pada 2021 yang menganalisis data dari lebih dari satu juta remaja di 37 negara menemukan bahwa jumlah remaja yang merasa kesepian di sekolah hampir dua kali lipat, pada periode tahun 2000 dan 2018. 

Para peneliti mencatat bahwa lonjakan ini seiring dengan meningkatnya penggunaan smartphone.

Sungguh paradoks: di satu sisi, anak muda punya ribuan "teman" atau followers secara online. Tapi ketika mereka sedang merasa hancur, entah karena patah hati atau gagal ujian, tidak ada satu orang pun yang bisa mereka hubungi untuk curhat, marah, atau menangis bersama.

Ada kerentanan dalam membangun pertemanan, kata dr Fung. Kita perlu mengambil risiko dengan membagikan sesuatu yang sangat pribadi atau bahkan memalukan. 

Sampai dr. Fung menjelaskannya seperti ini, tidak pernah terpikir bagi saya bahwa pertemanan sejati butuh keberanian. Anak-anak harus bisa jujur tanpa takut dihakimi, dikucilkan, atau ditolak.

Jujur saja, saat berselisih dengan teman, rasanya lebih menyakitkan daripada luka lecet di lutut. 

Rasa sakit karena konflik itulah yang sebenarnya membantu membentuk ikatan kuat, jelas dr. Fung. Tanpa pengalaman semacam itu, anak-anak muda akan lebih sulit membangun ketahanan sosial.

Tidak ada buku panduan tentang bagaimana caranya berteman, sama seperti tidak ada panduan pasti untuk jatuh cinta. 

Inti dari semua ini terletak pada pemberian waktu, agar anak-anak bisa menemukan lingkaran sosial mereka sendiri.

Waktu nongkrong bersama teman mungkin terlihat seperti pemborosan dalam kehidupan yang super terjadwal. Tapi bisa jadi, justru hal inilah yang paling dibutuhkan anak-anak kita, supaya saat badai hidup datang, mereka punya seseorang untuk dihubungi.

Jika kamu merasakan keinginan untuk mengakhiri hidup, cari bantuan dengan menghubungi:


Kemenkes juga menyediakan 5 rujukan RS Jiwa dengan layanan telepon konseling:






Tags