Mr Kasman Singodimedjo Orang "Berbahaya" di Mata Amir Machmud
tanjaxNews.com, TEMPO DOELOE - Pemilu 1977 terbilang laga demokrasi terpanas dalam sejarah kepemiluan di Indonesia. Satu hal yang menarik adalah rebutan suara pemilih muslim oleh ketiga peserta; PDI, Golkar, dan PPP. Terutama setelah fusi partai-partai. PPP (Persatuan Pembangunan, didirikan 5 Januari 1973 sebagai hasil fusi partai-partai berbasis Islam seperti: NU, Parmusi, PSSI dan Perti. Lima hari kemudian partai-partai PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI dan Murba juga berfusi dan wadah baru itu bernama Partai Demokrasi Indonesia).
Saling serang, saling kecam dan bully, dan klaim kebenaran terjadi antar para kontestan pemilu, termasuk oleh para elit masing-masing partai. Kasman, adalah salah satu "korban" bulian.
Pada pemilu 1977, Kasman bukan caleg dan bukan pengurus PPP, tapi ia memilih aktif mengampanyekan PPP setelah rapat pleno PP Muhammadiyah memutuskan: "Pemimpin-pemimpin Muhammadiyah secara pribadi dapat turut berkampanye untuk PPP dengan syarat tidak membawa-bawa nama dan simbol Muhammadiyah.
Amir Machmud pada masa kampanye itu konon pernah melontarkan pernyataan yang mengecam bahwa Kasman Singodimedjo sebagai orang yang berbahaya. Entah apa maksudnya dan dalilnya. Informasi tersebut ditulis di Majalah Panji Masyarakat.
Ucapan yang disebut-sebut dari Amir Machmud itu pernah ditanyakan oleh wartawan Panji Masyarakat kepada Kasman Singodimedjo, apa responnya.
Majalah Panji Masyarakat edisi 233 tanggal 15 Oktober 1977 menurunkan wawancara khusus dengan tokoh Muhammadiyah dan pendukung partai Ka'bah itu:
Panjimas: Dalam masa kampanye yang lalu Menteri Dalam Negeri Amir Mahmud telah mengecam bapak sebagai seorang yang berbahaya. Bagaimanakah duduk soalnya? Benarkah Bapak pernah memberontak sebagai tuduhan itu? Apa jawaban Bapak terhadap tuduhan semacam itu yang dialamatkan pada pribadi bapak?
Pak Kasman: sebetulnya saya tidak termasuk manusia yang mengorek-ngorek masalah yang sudah berlalu itu. Begitupun bisa saya jawab dengan tegas bahwa saya bukan pengecut. Bagaimana duduk soalnya maka Amir Mahmud bilang saya ini orang berbahaya, pertanyaan saudara itu salah alamat, bukan kepada saya, tapi tanyakan langsung kepada Amir Mahmud. Dia yang menuduh dan mengucapkan, tentu dia pula yang tahu duduk soalnya dan dia pula yang harus bertanggung jawab dan dia yang harus membuktikan kalau memang saya ini berbahaya. Disamping itu diapun harus pula bertanggung kepada Allah tentang ucapannya itu.
Memang banyak orang menyampaikan ucapan tak bertanggung jawab Amir Mahmud itu kepada saya. Bagi saya sebenarnya tidak ada kegentaran sedikit juga. Saya tidak takut kepada siapa-siapa. yang saya takuti hanyalah Allah semata. Allahussomad, hanya
Allah satu-satunya tempat bergantung. Bukan Amir Mahmudssomad, atau Pemerintahussomad Golkarussomad, bukan. Tapi hanya Allah saja. Dan saya tidak takut kepada siapa saja selain dari Allah.
Dalam masalah antara saya dengan Amir Mahmud semasa kampanye Pemilu yang lalu, saya kembali saja kepada Al Qur'an: "Jangan kamu menyana-nyana kepada orang lain, mungkin orang lain itu lebih baik daripada kamu", Jadi sekiranya Amir Mahmud mengerti dan faham akan ayat Qur'an tersebut, tentu dia tidak akan menyana-nyana apalagi memfitnah.
Meskipun saya dijadikan kambing hitam, tapi saya tidak akan menyana-nyana kepada Amir Mahmud, karena mungkin juga dia lebih bagus daripada saya atau mungkin sebaliknya.
Mengenai saya dituduh sebagai pemberontak Amir Mahmud harus membuktikannya. Begitupun saya bisa menjawabnya bahwa saya tidak pernah memberontak di Republik ini. Untuk membuktikannya bisa saja dilihat dalam riwayat hidup dan perjuangan saya semenjak zaman Hindia belanda, Jepang dan sejak Republik ini merdeka sampai sekarang ini. Kalau saya pemberontak tentu saya sudah pernah mendapat hukuman, silahkan saja tanya sama hakim-hakim. Meskipun saya sering ditanya oleh para hakim, tapi belum pernah mencap saya sebagai pemberontak.
Tapi kalau dihubung-hubungkan dengan Orde Lama dan Soekarnoisme memang saya tidak menyetujui Orla dan Soekarnoisme itu. Kalau pendirian saya ini yang dihubungkan dengan kata-kata "memberontak", dalam hal ini harus tanya lagi pada Amir Mahmud. Tapi nyatanya pendirian saya itu mendapat dukungan dan dibenarkan dengan adanya Orde Baru yang pada umumnya memberontak-i Orde Lama dan Soekarnoisme itu, hanya saja Orde Baru saya keduluan sedikit dari Orde Baru yang resmi itu. Dan kalau istilah memberontak-i itu tidak setuju, maka itu hak azasi saya, dan saya dijamin oleh undang-undang bahwa setiap Warga Negara itu boleh mempunyai pendapat sendiri-sendiri.
Apalagi sebagai seorang muslim saya tidak bisa ditundukkan oleh Orla atau Soekarnoisme, jadi saya bukan pemberontak pidanis atau menurut kitab undang-undang hukum pidana yang nyatanya itu urusan pengadilan atau hakim dan nyatanya belum pernah saya alami.
Sedangkan mengenai tuduhan kepada saya itu sebagai pemberontak katanya, kalau tak bisa dibereskan saya pun tidak akan menuntut dan maka saya serahkan saja kepada Allah, karena Allah berfirman: "Apabila di antara kamu, tidak bisa diputus suatu perkara, maka serahkanlah kepada Allah". Dan saya tidak merasa rugi, bahkan saya sudah ikhlas, karena walaupun nama saya itu diburuk-burukkan, namun nama saya masih tetap baik Insya Allah.
Demikian sebagian isi laporan wawancara Majalah Panjimas dengan Kasman Singodimedjo.
Sekilas Kampanye Pemilu 1977
Majalah Tempo edisi 11 No 07 tanggal 14 Mei 1977 halaman 6 mencatat; dibandingkan dengan pemilu 1971 Golkar turun dan PDI merosot, sementara PPP mungkin dapat tambahan kursi. Bahkan di DKI Jakarta. tempat yang dinilai paling "bebas dan rahasia" untuk memilih PPP menang dan Golkar kalah.
K.H. Syaifuddin Zuhri, tokoh NU dan bekas Menteri Agama menyebut, hasil sementara pemilu menunjukkan kemenangan mental dan politis bagi PPP.
"Itu menghilangkan image seakan PPP hanya fatamorgana," ujarnya.
Di pihak Golkar, Menteri Penerangan Mashuri pun di Ampenan (Lombok) bicara soal Islam. Ia memberi alasan mengapa Golkar menampilkan tandagambar Beringin. Dalam sejarah Islam, begitu ceritanya, menjelang perjanjian Hudaibiyah, Nabi Muhammad SAW duduk di bawah sebatang pohon rindang. Umat Islam berkumpul di sana, menyatakan janji setia. Mereka lantas disebut kaum 'syaja'- kaum yang bernaung di bawah pohon. Dan Muhammad Alhabsyi, ulama dari Kwitang Jakarta itu, mengutip cerita serupa.
Majalah Tempo menukil, Harian Benta Yudha tampil dengan karikatur berbunyi: "Islam Agamaku, Ka'bah Kiblatku, Golkar Pilihanku".
Golkar dengan berapi-api menyatakan diri memperjuangkan umat Islam, setidaknya bisa didengar dari ucapan Menteri Dalam Negeri Amirmachmud (kelahiran 21 Februari 1923 di Cimahi, Jawa Barat).
"Karena sebagian terbesar penduduk beragama Islam, dengan sendirinya perkembangan agama Islamlah yang dititik-beratkan oleh pemerintah orde baru", katanya di Cirebon. "Saya sendiri akan berjihad fisabilillah demi kemajuan Islam", tambahnya.
Sebelumnya tersebutlah sebuah lelucon: seorang bekas pendukung Masjumi ketika ditanya apa yang akan dipilihnya dalam pemilu 1977. menjawab setengah bergurau: "Golkar". Kenapa? "Habis, semboyan PPP memperjuangkan Pancasila dan UUD 45, sedang semboyan Golkar memperjuangkan Islam".
Sekilas Kasman Singodimedjo
Panjimas menuliskan gelar Prof H Kasman Singodimedjo SH, sementara di banyak sumber hanya ditulis Mr di depan namanya. Mr. (Meester in de Rechten). Ia adalah pahlawan nasional dan tokoh Muhammadiyah. Gelar Pahlawan Nasional disematkan tahun 2018. Setelah perjuangan panjang oleh tim pengusul diketuai oleh almarhum A.M Fatwa sejak tahun 2012. Menurut Anhar Gonggong, Yudi Latief, dan Mahfud MD gelar pahlawan tersebut adalah bukti keteladanan, kenegarawanan dan patriotisme Kasman.
Kasman Singodimedjo lahir pada 25 Februari 1904 di Bagelen Purworejo. Bagelen. Menginjak usia 16 tahun, Kasman belajar kepada Kiai Ahmad Dahlan. Tiga tahun berikutnya pada tahun 1923, Kasman mulai melibatkan diri secara rutin dalam berbagai kegiatan Muhammadiyah.
Tahun 1924, Kasman mulai mempraktikkan kemampuan organisasinya sejak kembali ke Jakarta untuk meneruskan pendidikan di sekolah dokter School Tot Opleiding Voor Indische Artsen (STOVIA). Di tempat inilah Kasman berkenalan dengan tokoh nasional dan bergabung bersama Jong Java.
Kasman juga berkenalan dengan tokoh pergerakan nasional seperti Cokroaminoto, Agus Salim, Ahmad Syurkati atas perantara MULO ketika dia menjadi guru di AMS, Muallimin, Muallimat, MULO dan HIK yang semuanya bernaung di bawah Muhammadiyah Jakarta.
Ketika aspirasi Kasman untuk mengakomodasi Islam tidak tersalurkan dalam Jong Java, pada 1925 Kasman mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB). Selain mendekatkan kaum terpelajar dengan rakyat, JIB berusaha menumbuhkan simpati rasa simpati terhadap agama Islam dan toleransi pada pemeluk agama lain.
Gara-gara pengaruh Kasman dalam pergerakan pemuda, beasiswanya di STOVIA dicabut. Tapi Kasman tak mati kutu, ia pada 1939 berhasil meraih gelar Ahli Hukum atau Mr (Meester in de Rechten) dari sekolah tinggi hukum Rechts Hooge School.
Masa pendudukan Jepang, Kasman dipilih menjadi Komandan (Daidancho) Tentara Pembela Tanah Air (PETA) Daidan I Jakarta dengan tugas memimpin sebanyak 500 pasukan.
Ia juga pernah mengamankan detik-detik pembacaan naskah Proklamasi. Pagi hari dalam 17 Agustus 1945, Kasman memegang kendali sebagai militer untuk mengamankan jalannya upacara pembacaan teks proklamasi kemerdekaan RI.
Kasman tercatat pernah menjadi Menteri Muda Kehakiman atau Jaksa Agung pertama RI dalam Kabinet Amir Syarifuddin II, Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang merupakan cikal bakal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekarang, ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR), Kepala Kehakiman Militer dan Menteri Pertahanan dengan pangkat Jenderal Mayor.
Ia setidak pernah empat kali dijebloskan ke kandang situmbin alias penjara. Sekali di tahun 1940 saat berpidato Kasman meneriakkan kalimat “Untuk Indonesia Merdeka!” di ujung pidato dalam Konferensi Muhammadiyah se-Jawa Barat di Bogor, Mei tahun 1940.
Akibatnya, polisi rahasia Belanda (Politieke Inlichtingen Dienst) menciduk Kasman dengan dalih Staat van Oorlog en Beleg atau keadaan darurat dan perang wilayah Hindia Belanda yang menjadikannya dibui selama 4 bulan di penjara Buitenzorg (Bogor).
Di zaman kemerdekaan, keterlibatan Masyumi dalam PRRI/Permesta mengakibatkan tokoh-tokohnya, termasuk Kasman ditangkap.
Bersama Hamka, Moh. Roem, Mochtar Lubis, Prawoto dan Anak Gede Agung, Kasman di antara tahun 1962/1963 dihukum 8 tahun penjara atas tuduhan subversif yang kemudian oleh Moh. Roem dalam Bunga Rampai Dari Sedjarah III (1983) tuduhan itu tidak pernah terbukti.
Kasman juga menjadi satu dari 50 tokoh yang menandatangani Naskah Pernyataan Keprihatinan yang ditulis pada 5 Mei 1980 yang dikenal dengan istilah "Petisi 50". Istilah “Petisi 50” sendiri disebut-sebut berasal dari ucapan Menteri Penerangan Ali Moertopo sebagai ganti dari Pernyataan Keprihatinan yang tak disukainya.
Lagi-lagi, Menteri Dalam Negeri Amirmachmud meledek Kasman Singodimedjo dan para penandatangan Pernyataan Keprihatinan sebagai “pokrol bambu”. (Oce)
Sumber penulisan artikel: Majalah Tempo 1977 dan Majalah Panji Masyarakat 1977
