Aktivis dan Pengacara Johnson Panjaitan, Meninggal Dunia
JAKARTA (tanjaxNews) - Kabar duka datang dari dunia aktivis dan hukum Indonesia. Pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Johnson S Panjaitan, meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON), Cawang, Jakarta Timur, pada Minggu pagi, 26 Oktober 2026. Ia dikabarkan Johnson kritis selama 4-5 hari terakhir.
Kabar duka ini disampaikan melalui akun Instagram PBHI.
"Semasa hidupnya, almarhum dikenal sebagai sosok advokat yang teguh membela nilai-nilai hak asasi manusia dan keadilan sosial," tulis akun @pbhi_nasional.
Jenazah Jhonson Panjaitan disemayamkan di Rumah Duka RS UKI Cawang, Jakarta Timur.
Selanjutnya dimakamkan pada Minggu sore, 26 Oktober 2025, di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Alumni Fakultas Hukum UKI Jakarta kelahiran Jakarta 11 Juni 1966 ini dikenal sebagai sosok advokat yang teguh membela nilai-nilai hak asasi manusia dan keadilan sosial.
Ia adalah salah satu pendiri PBHI bersama tokoh lainnya, seperti Hendardi, Rocky Gerung, Mulyana W Kusumah, hingga Luhut MP. Pangaribuan.
Panggilan karibnya adalah Sotar, dari nama tengahnya Sotarduga. Ia sudah bergelut di dunia advokasi rakyat sejak 1988. Saat itu, Sotar ikut pelatihan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Ia mulai aktif mendampingi masyarakat yang berhadapan dengan hukum. Sotar juga sempat menangani kasus pejuang kemerdekaan Timor Timur, Xanana Gusmao. Ia juga ikut membantu kasus 27 Juli 1996, mendampingi korban kekerasan aparat kepada simpatisan PDI, menjadi kuasa hukum Hamprey Djemat, politikus PPP hingga pengacara OC Kaligis ketika ditetapkan tersangka oleh KPK.
Terakhir ia juga aktif Sotar bersama Kamaruddin Simanjuntak juga mendampingi keluarga Brigadir J ketika menghadapi kasus penembakan berujung kematian oleh Freddy Sambo.
Kenangan paling kuat tentangnya menurut Agung Nugroho, Direktur Jakarta Institute, muncul dari masa sidang Subversif Partai Rakyat Demokratik (PRD) tahun 1996-1997, ketika ia mendampingi para aktivis muda yang dituduh melawan negara.
Setiap kali Johnson hadir di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, suasana berubah tegang. Para jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung kerap terlihat gugup, bahkan sebelum sidang dimulai.
Mereka sering mampir ke sel tahanan hanya untuk menanyakan, “Apakah Johnson Panjaitan mendampingi hari ini?”
Jika jawabannya ya, wajah mereka langsung pucat. Johnson tampil dengan suara menggelegar, menyanggah setiap pernyataan jaksa, dan tak segan memotong pertanyaan yang dianggap menyesatkan.
Ia tak pernah gentar, bahkan ketika hakim menegur keras tindakannya.
Usai sidang, Johnson kerap mendatangi meja jaksa dan memarahi mereka dengan nada tinggi. Para jaksa yang biasanya garang itu duduk diam, pucat, seolah merekalah yang sedang diadili.
"Johnson menjadikan ruang sidang bukan sekadar tempat perdebatan hukum, melainkan panggung moral untuk menegakkan kebenaran," kata Agung
Aktivis hukum yang juga Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengenang Johnson sebagai aktivis pemberani. Usman bercerita, ketika menjadi Ketua Umum PBHI, kantornya menjadi sasaran tindak kekerasan. Namun ia tak ciut.
“Kantornya pernah digeruduk dan mobilnya ditembak,” ujar Usman, dikutip Kompas.com.
Selain aktif sebagai pengacara, Johnson Panjaitan juga sering menulis artikel tentang reformasi hukum dan hak asasi manusia di media nasional. Ia juga sering tampil sebagai narasumber di acara talkshow televisi semisal Indonesia Lawyers Club (ILC) milik Karni Ilyas. (Oce)
