Koalisi Peduli Nagari
Oleh: All Amin
KISARAN dua puluh orang tokoh-tokoh masyarakat yang berasal dari Kabupaten Solok berunding di ruang rapat milik Gebu Minang di Jakarta pada Minggu 3 Maret 2024. Pertemuan itu digagas oleh organisasi Perkumpulan Keluarga Kabupaten Solok (PKKS).
Pertemuan itu dilatarbelakangi pengamatan bersama atas perkembangan keadaan Kabupaten Solok yang sedang berjalan. Mendiskusikan kesesuaian antara ekspektasi dan realita. Saling bercerita tentang suasana terkini di kampung halaman.
Di antara yang hadir ada Wakil Bupati Solok. Sahibulhajat Ketua Umum, Sekjen, dan Dewan Pembina PKKS. Tiga orang Ketua Partai Politik di Kabupaten Solok. Politisi peserta kontestasi di pilkada 2019. Juga hadir Guru Besar, Jenderal, pengusaha, dan tokoh masayarakat lainnya. Unsur pesertanya terbilang lengkap, pun bila dilihat dari klasterisasi domisili, ada dari ranah serta para perantau.
Semua peserta musyawarah diberi kesempatan berbicara. Mengutarakan pandangannya. Melihat kondisi Kabupaten Solok saat ini dan harapan ke depan dari perspektif masing-masing.
Dari beragam uraian masing-masing peserta, ada beberapa kesesuaian, antara satu pemikiran dan yang lainnya. Ada benang merah yang dapat ditarik menjadi rupa kesepahaman. Ada kemiripan suasana kebatinan dari seluruh peserta yang hadir.
Bahwa, tanpa menafikan beragam keberhasilan pembagunan yang berjalan, ada manuver-manuver dari nakhoda Kabupaten Solok yang patut dikritisi.
Sepertinya ada pandangan-pandangan dari sudut berlainan yang patut didengarkan oleh Pak Bupati dengan penuh kearifan dan lapang dada.
Mengkritisi jalannya pemerintahan merupakan hak warga masyarakat dalam alam demokrasi.
Ditinjau dari kultur masyarakat Minangkabau nan egaliter hal itu pun dimaklumi. Filosofi kepemimpinan di Ranah Minang, didulukan salangkah, ditinggikan sarantiang. Ketika ditenggarai ada kealpaan, diperkenankan mengingatkannya.
Filosofi itu selaras pula dengan syariat Islam yang membolehkan mengingatkan pemimpin bila keliru. Dalam kaidah fikih, jemaah salat berjemaah diberikan hak untuk mengoreksi imam ketika salah. Ada adab dan tersedia mekanismenya. Seorang imam tentulah paham dengan itu. Bila tidak, tentu salatnya akan berantakan sampai selesai.
Lahirnya pemikiran-pemikiran itu tentulah berasal dari rasa kepedulian atas situasi nagari. Kabupaten Solok khususnya.
Seyogianya pembangunan yang terus berjalan, mesti tetap dalam nuansa keharmonisan.
Ada tata nilai dalam kehidupan masyarakat Minangkabau yang wajib selalu dirawat.
Tiga aturan yang mengikat; norma agama, hukum positif bernegara, dan tatanan adat. Ketiganya harus saling berkelindan. Saling mengokohkan.
Kata kunci guna pencapaian keharmonisan itu adalah kepemimpinan. Tokoh-tokoh agama, para pemimpin adat, dan Kepala Daerah mestilah menjadi sosok yang memberikan keteladanan di tengah-tengah masyarakat.
Kusuik ka manyalasaian, karuah ka manjaniahan.
Buah runding dalam pertemuan itu menjadi embrio yang melahirkan sebuah gerakan sosial kemasyarakatan yang diberi nama Koalisi Masyarakat Peduli Kabupaten Solok.
Sebuah paguyuban independen yang menghimpun beragam pemikiran-pemikiran merdeka yang nak turut memberikan sumbangsih terhadap kebaikan kampung halaman. Dari sisi mana pun. Lalu menformulasikannya menjadi sebuah cetak biru tujuan bersama untuk kemaslahatan masyarakat luas.
Pembangunan partisipatif.
Di mana membangun masyarakat banyak mesti atas dasar kesepakatan dan kebutuhan bersama. Bukan hanya berdasarkan asumsi dan kemauan segelintir pihak.
Terlalu parsial bila tolok ukur keberhasilan pembangunan masyarakat hanya dilihat dari capaian yang bersifat fisik.
Membangun peradaban jauh mesti dilihat dari cakupan yang jauh lebih luas dari sekadar itu.
Begitulah ragam narasi yang terungkap dalam diskusi yang dilingkupi suasana kekeluargaan hari itu.
Koalisi Masyarakat Peduli Kabupaten Solok diharapkan dapat menjadi magnet bagi beragam pemikiran terbuka yang bebas dari intimidasi.
Hingga mampu melihat beragam kondisi secara jernih dan objektif. Tulus ketika mengapresiasi, juga tidak kecut dalam mengkritisi.
Rasa cinta dan turut ingin berkontribusi kepada kampung halaman, namun tidak dicederai oleh rasa kebencian.
Semoga gerakan ini dapat terus menggelinding, menyatukan frekuensi yang sama, hingga menjadi sebuah kekuatan. Yang memiki daya dorong kuat.
Serupa barisan jemaah yang berdiri di saf depan, yang dapat mengingatkan imam ketika khilaf. Bila imamnya tidak arif, berarti memang mesti menunggu selesai salam, lalu berupaya menawarkan alternatif lain.
(Jaticempaka, 1 Ramadan 1445)
