News Breaking
Live
update

Breaking News

Dunia Memaknai Transisi Energi Secara Berbeda (Bagian 2)

Dunia Memaknai Transisi Energi Secara Berbeda (Bagian 2)



Oleh: Arcandra Tahar

Sahabat energi yang Budiman. 

Melanjutkan tulisan kami sebelumnya, kali ini kita akan membahas bagaimana negara maju memaknai transisi energi. 

Di Eropa kita bisa pelajari dari Jerman dan Prancis yang memiliki ekonomi dominan di benua biru.  Kedua negara punya sejarah panjang dalam pemenuhan kebutuhan energi mereka. 

Bagi Jerman transisi energi berarti tidak lagi menggunakan energi listrik yang berasal dari nuklir tapi menggunakan gas alam (27%) yang lebih banyak, sementara minyak bumi (34%) dan batubara (16%) tetap ada. Energi terbarukan (18%) belum bisa menggantikan energi fosil secara andal dan terjangkau sehingga transisi energi di Jerman masih mengandalkan energi fosil.

Sebaliknya, bagi Perancis transisi energi dimaknai dengan tetap menggunakan energi listrik dari nuklir (sekitar 42%) dan sisanya berasal dari minyak bumi (29%), gas alam (16%) dan energi terbarukan (12%). Batubara hanya sekitar 2% dari total energy mix. Inilah strategi yang ditempuh Perancis dalam masa transisi energi untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.

Di Jerman dan Perancis, transisi energi dimaknai dengan cara yang berbeda. Batubara tetap dipakai di Jerman sementara Perancis tidak. Sebaliknya nuklir tetap dipakai di Perancis tapi tidak di Jerman. Menarik bukan?

Bagaimana dengan China yang merupakan kekuatan ekonomi kedua terbesar didunia dalam memaknai transisi energi?

Di tahun 2022, bauran energi terbarukan China yang berasal dari  angin, matahari, air dan nuklir sebesar 17,5%. Penambahan energi dari angin dan matahari sangat masif di China bahkan terbesar didunia. Namun demikian karena energi angin dan matahari tidak handal (hidup dan mati tergantung ada tidaknya angin dan matahari) maka diperlukan energi lain yang handal sebagai base load. 

Disinilah China memaknai transisi energi dengan tetap membangun PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang sangat besar sebagai base load, sehingga dapat memback-up energi angin dan matahari yang tidak handal. Lebih dari 60% bauran energi China berasal dari batubara. Dapat ditarik kesimpulam bahwa China akan berusaha meningkatkan penggunaan energi terbarukan tapi tidak akan meninggalkan batubara sebagai base loadnya dalam masa transisi.

Itu sebabnya kita perlu belajar dari negara-negara seperti China. Kalau dunia internasional bertanya tentang komitmen China untuk energi yang ramah lingkungan, mereka akan menjawab negara kami yang paling pesat pertumbuhan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di dunia. 

Tapi di sisi lain mereka sangat realistis memaknai transisi energi dan sangat sadar bahwa tidak mungkin ekonomi bisa tumbuh kalau hanya mengandalkan PLTB dan PLTS tanpa back up dari energi murah dan handal. Akan banyak contoh menarik yang bisa kita pelajari dari beberapa negara dalam memaknai transisi energi. 

Bagaimana dengan Amerika Serikat (AS) yang merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia? Sekitar 79% dari bauran energi di AS berasal dari energi fosil yang terdiri dari BBM (36%), gas alam (32%) dan batubara (11%). Energi terbarukan menyumbang sebesar 13% dan nuklir sekitar 8%. 

AS sangat berbeda dengan China dalam memaknai transisi energi. AS mengandalkan BBM dan gas alam sebagai tulang punggungnya. Semangat yang dibangun oleh pemerintah AS adalah memperbesar porsi energi fosil yang punya emisi carbon lebih rendah daripada batubara yaitu gas alam dan BBM, sehingga ekonomi mereka bisa bersaing dengan China. Pemerintah AS juga mendorong usaha-usaha untuk mengembangkan teknologi yang bisa mengurangi emisi karbon seperti CCS dan CCUS.

Apakah strategi AS dalam memaknai transisi energi bisa ditiru negara lain? Rasanya agak susah karena AS punya keunikan tersendiri yang tidak dipunyai negara lain. Shale gas yang melimpah dan murah menjadi andalan AS dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Dan sekarang shale gas sudah dijadikan LNG yang bisa diekspor ke negara lain.

Dengan strategi ini, pemerintah AS secara tak langsung mengatakan bahwa kami akan tetap berbisnis di energi fosil dan berusaha untuk mengurangi emisi carbon lewat penggunaan gas alam yang lebih banyak.

Akan sangat menarik kalau kita bisa membahas bagaimana Australia, India dan Jepang dalam memaknai energi transisi ini. Apakah ada kesamaan dengan beberapa negara yang sudah kita bahas seperti Jerman, Perancis, China dan AS? Silakan pembaca untuk mempelajarinya. Terima kasih.

Diskusi ini dapat diikuti pada Instagram Arcandra Tahar



Tags