Perhimpunan Para Sombong
Oleh: All Amin
Pertemuannya sepekan silam. Pembicaraannya saya simak dengan baik dan memasukkannya ke dalam kepala. Sepulang dari situ berniat hendak langsung menulisnya. Tapi tak bisa.
Rupanya materi itu terlalu dalam masuknya. Mengendap jauh di dasar pikiran. Jadi susah pula mengeluarkannya. Serupa tumpukan kain, mesti dibongkar-bongkar dulu. Lama baru ketemu. Itu pun cuma satu.
Sebenarnya ada beberapa topik yang dibahas kala itu. Mulai dari yang skala kampung, tentang silang sengkarut proses pemekaran nagari. Sampai pembahasan global, tentang kemungkinan resesi ekonomi di tahun 2023.
Tapi, tentang kedua hal itu saya belum banyak tahu. Mesti lebih banyak menyimak dan belajar tentang keduanya. Agar nanti bisa pula berkomentar. Kini belum berani. Belum cukup ilmu.
Satu nasihat yang disampaikan oleh Mak Datuak Rajo Nan Sati. Gelar adat Minangkabau Pak Gamawan Fauzi. Putra dari Alam Gumanti yang di masa Presiden SBY menjadi Mendagri. Nasihat kepada kami yang tergabung dalam Perkumpulan Masyarakat Alam Gumanti. Dalam upaya pemekaran wilayah otonomi baru: Salingka Gumanti.
Temukanlah persamaan alasan, persamaan tujuan, agar kita bisa bersatu. Apakah karena sekampung. Sebab senasib sepenanggungan. Atau sama-sama ingin maju. Atau apa pun itu. Jadikan persamaan itu untuk mengikat kita semua. Agar kita bisa berjalan bersama. Kokoh bersatu. Kompak dalam menggapai satu tujuan.
Kalimat di atas sengaja tak diberi tanda kutip. Sebab tak sama persis dengan pernyataan aslinya. Saya lupa urutan kata-perkatanya. Namun, esensi nasihat beliau seperti itu. Berhimpun dalam satu persamaan.
Mak Datuak benar, persamaan dapat membuat orang bersatu. Bila semakin besar dan semakin mengakar persamaan itu maka akan semakin besar pula kekuatannya. Dahsyat.
Satu hal yang paling bisa kita saksikan adalah, persamaan pandangan bangsa ini dalam menentang penjajahan. Seperti termaktub dalam teks pembukaan UUD 45. Bermuara pada satu kata: merdeka. Maka berhimpunlah beragam suku yang tersebar dalam ribuan pulau menjadi satu kata pula: Indonesia.
Tapi, ada sebuah persamaan yang tidak bisa disatukan. Atau saya yang belum melihat ada perkumpulan jenis itu. Perkumpulan sesama orang sombong.
Orang sombong itu unik. Sesama sombong mereka saling membenci. Padahal mereka satu frekuensi.
Sombong menurut definisi Islam adalah orang yang menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.
Kesombongan merupakan bentuk dosa yang pertama kali dilakukan oleh makhluk. Ketika Adam, manusia pertama diciptakan. Dua golongan makhluk yang lebih dulu ada yaitu Iblis dan malaikat diperintahkan oleh Allah agar memberikan penghormatan kepada Adam. Iblis menolak perintah itu. Iblis komplain kepada Allah. Sebab ia merasa lebih baik daripada Adam. Alasannya ia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. Allah murka kepada Iblis. Jadilah Iblis menjadi makhluk terkutuk. Selama-lamanya.
Merasa diri lebih baik dari orang lain, merupakan satu rasa manusiawi yang mesti pandai-pandai mengatur kadarnya. Bila over dosis bahaya. Orang sombong kalau pun tersenyum. Senyumannya enggak enak dilihat. Sinis.
Sosok yang bisa dijadikan sebagai trendsetter kesombongan adalah Firaun. Manusia yang mengaku Tuhan. "Faqala ana rabbukumul a'la". Terjemahannya: (seraya) berkata "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". Surah An-Naziat ayat 24.
Firaun menolak kebenaran yang dibawa olah Nabi Musa. Ia mengolok-olok. Bahkan ia memerintahkan Menteri serba bisanya Haman, untuk membuatkan bangunan tinggi. Firaun mau naik ke atas bangunan itu. Agar ia dapat melihat Tuhannya Musa dan Harun.
Jasad kering Firaun dan bangunan tingginya bisa dilihat sampai sekarang. Guna dijadikan ibrah.
Orang bisa menjadi sesombong Firaun sebab tempurung yang melingkupi pikirannya tidak lebih tinggi dari piramid yang ia bangun. Coba saja kalau Galileo Galilei sudah ada di zaman itu. Tentulah Firaun akan diajarkan ilmu astronomi oleh Galileo.
Tak hanya kekuasaan yang dapat menumbuhkan kesombongan. Masih ada beberapa penyebab lain.
Kesombongan finansial. Ini yang paling umum. Sombong disebabkan banyaknya harta. Penerus paham Qarunisme. Tak sulit menemukannya. Mengidentifikasinya pun gampang. Orang kaya sombong senang tawar menawar dengan harga diri orang lain. Membarter orang lain dengan uangnya. Barangkali mereka belum pernah mendengar suatu adagium: banyak hal yang bisa ditawar, kecuali harga diri.
Kesombongan intelektual. Pendidikan menyundul langit dan gelar bertaburan seperti bintang pun turut berpotensi membuat orang menjadi sombong. Masukan dari pihak lain akan serupa lemparan batu mengenai dinding-dinding benteng yang tinggi dan tebal. Semua mental. Tak ada yang masuk.
Apalagi kalau itu berasal dari apa yang mereka sebut dengan satire, "Orang tak berpendidikan."
Sepertinya kepada mereka perlu sampai apa yang diajarkan oleh Umar bin Khatab tentang tingkatan orang yang berilmu.
Tingkatan pertama ilmu itu akan membuat seseorang menjadi sombong. Pada tingkatan kedua ilmu itu akan membuat orang menjadi tawaduk. Pada tingkatan paling tinggi orang yang berilmu itu akan sadar, kalau ia tak ada apa-apanya. Semakin berilmu, ia akan semakin sadar kalau makin banyak yang tidak ia ketahui.
Kesombongan spiritual. Kesombongan atas nama iman. Ini tampaknya tersamar. Namun, sejatinya banyak. Mereka adalah pemegang nomor kombinasi pintu surga. Mengabsolutkan interpretasi kebenaran menjadi satu arah. Hanya versi mereka yang benar. Di luar mereka adalah sesat. Kalau sesat artinya neraka.
Padahal dalam banyak hadis-hadis sahih Rasulullah menyampaikan; agama itu mudah lakukan semampunya. Mastataktum. Ada kisah pelacur yang masuk surga sebab memberi minum seekor anjing. Pembunuh seratus orang yang baru bartaubat, lalu meninggal dalam perjalannya, pun dihadiahkan surga. Dan banyak lagi yang lainnya.
Perdebatan tentang agama ditarik ke dalam ruang pikir masing-masing. Sesuai logika dan rasa dimiliki.
Seperti cerita perdebatan dua orang kurir tentang sampai atau tidaknya doa yang dikirimkan kepada mayit.
Kata kurir satu, "Pasti sampai, sebab setiap yang dikirimkan tak pernah balik." Kurir kedua pun tak mau kalah, "Kalau betul sampai, kok tidak ada tanda terimanya".
Mengukur orang lain hanya menggunakan penggaris yang kita miliki, kemungkinan besar hasilnya akan keliru. Akan salah ukur.
Setiap orang punya kelebihan di bidangnya masing-masing.
Sepandai-pandainya tupai, keahliannya hanya melompat. Bila disuruh berenang tupai kalah dengan kecebong. Bila diadu begadang, mata tupai tak akan sekuat kampret. Urusan melubangi tanah tupai kalah jauh dari cacing.
Yang tidak diketahui bukan berarti tidak ada. Ikan paus yang seumur hidupnya di dasar lautan, tentu tak pernah melihat anggrek.
Banyak perkumpulan yang dapat dibangun atas dasar persamaan. Sama-sama berasal dari satu daerah. Persamaan idealisme, profesi, kesukaan, dsb.
Beragam alasan dapat dipakai guna menyatukan: Pecinta Adu Jangkrik. Pengemudi Mobil Tiga Pedal. Komunitas Pemotor Sen Kiri Belok Kanan. Tim Penyuka Makan Bubur Diaduk. Kelompok Penyapa dengan Tangan Kiri, dsb.
Satu persamaan yang mustahil dihimpun menjadi sebuah kelompok. Perhimpunan Para Sombong. Sukar mencari Ketua Umumnya. (All Amin)
