Kisah Nyata Pengalaman Mengatasi Long Covid
Catatan Nela Dusan,
Praktisi KFLS (KetoFastosis LifeStyle) dan Founder/Owner Katering Keto, mantan lawyer, pengarang
Bismillah
Ikhtiar Metabolic Conditioning Mengatasi Long Covid Itu Nyata
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah subhannahu taala atas izinNya ikhtiar mengatasi long Covid pada keponakan saya, perempuan usia 28 tahun, memberikan hasil yang menggembirakan.
Saya ingin membagikan pengalaman yang mengharukan dan membahagiakan ini dengan teman-teman semua.
Minggu, 29 Agustus 2021
Saya mendapat kabar pertama kali tentang hasil rontgen keponakan saya, perempuan, setelah mengalami sakit dugaan Covid selama 10 hari sebelumnya. Kakak saya menyampaikan bahwa hasil rontgen menunjukkan kondisi paru memutih dan terdapat cairan di paru.
Sewaktu pertama mendengar kabar itu yang terbersit dugaan kuat dia tengah mengalami gejala long Covid. Fixed deh. Hyalinasi atau parut luka pada permukaan paru terbentuk akibat badai sitokin dan cairan terjadi akibat symphatetic menembak ke sel paru hingga terjadi perenggangan yang menyebabkan air yang ada dalam darah lolos ke dalam paru. Akibatnya paru-paru terendam.
Kondisi pasien sudah pucat, sangat lemah dan sulit bernafas serta demam. Karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi di dalam tubuh putrinya, kakak saya dan keluarganya masih tenang-tenang saja. Pasien tidak diberi oksigen padahal suplai O2 sudah minim.
Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk segera ditanggulangi. Ada lima PR besar yang harus diatasi saat itu: masalah paru yang terendam, masalah kekurangan O2, masalah demam 39°, sakit perut menstuasi dan rendahnya HB yang cuma 8.
Terus terang saya gamang. Berbicara teori mudah. Tapi saat sudah berhadapan dengan praktik, itu beda banget rasanya. Saya merasakan pressure ketika mengambil inisiatif menjelaskan kondisi pasien ke keluarga yang sangat minim pengetahuan tentang masalah dysautonomia yang dialami penderita long Covid.
Saat itu pilihannya membawa pasien ke rumah sakit. Namun pilihan itu ditolak pasien sendiri; atau lakukan metabolic conditioning. Saya beranikan diri menjelaskan tentang metabolic conditioning ke pasien dan keluarga. Alhamdulillah pasien memilih isoman dan metabolic conditioning di rumah.
Dengan modal tabung oksigen 24 jam, IH, VCO, kami nekat menjalankan metabolic conditioning di rumah. Saya langsung kontak Mas Tyo dan dr. Piprim meminta bimbingan mereka.
Aduh saya takut banget, terasa beban tanggung jawab moril atas keputusan metabolic conditioning yang diambil saat itu. Tapi kami juga sadar sepertinya itu keputusan yang terbaik bagi pasien.
Baik mas Tyo maupun dr. Piprim menyarankan puasa minimal 23 jam, makan 1 jam, dan minum hanya jumlah terbatas (600 ml/hari).
Sempat berdiskusi dg Dr Piprim untuk mengambil langkah dryfasting 24 jam selama 3 hari, tujuannya untuk mempercepat penyerapan cairan keluar dari paru. Tapi keputusan itu urung diambil karena pasien mengalami demam dan harus minum paracetamol dan keto BHB untuk menurunkan inflamasi.
Jadi tindakan yang dilakukan adalah puasa makan/intermittent fasting 23 jam dan makan hanya 1 jam tanpa karbo (sebelumnya pasien bukan ketoer).
Jadwal yang dipilih pukul 12.00-13.00 WIB makan, selebihnya puasa. Juga sangat penting untuk selalu dijaga waktu dan kualitas tidur pasien.
Senin, Hari Pertama, 30 Agustus 2021.
Sejak hari Senin mulai puasa 23 jam. Makan pukul 12.00-13.00 WIB. Obat yang diminum IH (masih di 3 jalur mata, hidung dan mulut). Minum sedikit hanya sebanyak yang dikeluarkan lewat kencing saja.
Perubahan demam mulai berkurang. Pasien masih merasakan sakit perut di bagian bawah, karena pas saat di akhir menstruasi juga. Setiap saat mens dia menderita kesakitan yang parah.
Selasa, Hari kedua, 31 Agustus 2021.
Pasien mulai diberi keto BHB. Demam semakin berkurang dan kondisi stabil. Mulai aplikasi IH di jalur intravaginal dan dubur. Kondisi stabil, tidak demam dan sakit perut hilang. Pasien sudah bisa menekuk kaki dan tidur miring, sebelumnya nggak bisa.
Rabu, Hari Ketiga, 1 September 2021.
Sebelum pukul 12.00 WB siang pasien ke belakang BAK. Setelah kembali ke tempat tidur, pasien merasa lemas dan pucat. Tidak ada demam. Setelah makan siang dan saya telusuri ternyata level oksigennya terasa kurang. Dugaan saya pasien kekurangan O2 krn berjalan, mengingat HB ybs sangat rendah. Setelah oksigen dinaikkan, kondisinya stabil.
Siang itu saya bilang pipis di tempat tidur saja karena saya khawatir dia belum bisa turun. Lalu saya minta agar dia dibelikan pispot. Pispot baru ada setelah magrib. Sore hare saya dikabari pasien mengalami sesak tanpa demam. Saya temui dan cek, memang dia agak panik karena mulai sesak.
Setelah pukul 19.00 WIB saya ditelpon kakak saya dan dapat kabar yang melegakan, ternyata pasien sejak siang belum BAK. Begitu BAK, sesaknya hilang dan air seninya berwarna kuning tua dan keruh, volumenya banyak sekali. Dugaan saya itu penyebab sesak karena pembuangan cairan paru terganggu akibat tidak lancar di BAK. Alhamdulillah kondisinya membaik lagi sejak itu.
Ini menambah pemahaman kami di sini untuk memastikan BAK dan menghitung berapa ml air seni yang keluar supaya bisa menghitung perkiraan sisa cairan di paru.
Tindakan yang diambil:
1. Tetap puasa 23 jam dan low carbo
2. Aplikasi IH 5 jalur
3. Mencatat volume air seni
4. Berlatih pernapasan seperti yang diajarkan Dr Siti Chandra dalam video dan file pdf dari mas Tyo.
Pasien menyatakan ke saya, dia senang dengan terapi metabolic conditioning. Ia merasakan perubahan yang menurut dia sudah sangat baik dan dia syukuri. Karena dia yang merasakan perubahannya. Dia cuma merasa sedih kalau suami dan papanya kelihatan mencemaskan terapi ini dan dia nggak mau dibawa ke RS karena dia yakin dengan terapi sekarang.
Saya sampaikan ke suaminya dan kakak ipar saya. Alhamdulillah mereka mengerti dan makin mendukung.
Lanjut metcond puasa 23 jam. Tambahan supplemen: Keto BHB 3x1, IH 5 jalur, VCO, Propolis dan Sangobion.
Rabu Hari ke-10, 8 September 2021.
Minum naik menjadi 1.300 ml. Perubahan demam, sakit perut hilang. BAK lancar. Dada ringan, tidak sesak lagi. Sudah bisa miring kanan, kiri dan mengangkat tangan.
Jumat, Hari ke-12, 10 September 2021
Kondisi stabil, tidak demam dan sakit perut hilang. pasien sudah bisa duduk dan tidak sesak. Sudah bisa berjalan sendiri ke kamar mandi tanpa pusing.
Sabtu, Hari ke- 13, 11 Septenber 2021
Pasien semakin kuat dan mulai belajar lepas oksigen beberapa menit. Bisa ke kamar mandi dan keramas di tempat tidur. Nafsu makan selalu baik sejak awal metabolic conditioning.
Minggu, Hari ke-14, 12 Septenber 2021.
pasien semakin kuat dan mulai belajar lepas oksigen. Bisa ngobrol lebih lama tanpa lemas. Mulai keluar rumah untuk berjemur di pagi hari.
Selasa, Hari ke-16, 14 Septenber 2021.
Pasien melakukan pemeriksaan darah. Hasil LED tinggi 95 dan hematokrit rendah 33. Pasien sudah boleh puasa 16/8 dan disuruh makan banyak, terutama hati untuk menaikkan darah.
Kamis, Hari ke-18, September 2021.
Pasien rontgen kedua. Hasilnya, paru mulai bersih. Sisa cairan tinggal sedikit. Kondisi fisik sangat baik, sudah tidak pakai oksigen lagi sejak hari ke-16.
Saran Dr. Piprim semakin panjang puasa semakin cepat proses penyerapan air dari paru.
Saat ini pasien memilih untuk kembali memanjangkan puasa 23 jam, asupan Sangobion 2x1 dan keto BHB turun jadi 1x1 saja di samping IH, VCO, larutan cuka apel dan himsalt dan propolis juga terus dikonsumsi.
Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk menerapkan teori metabolic conditioning dalam praktik. Teori tentang inflamasi, tembakan symphatetic pada otak yang mengakibatkan terjadinya dysautonomia semua nyata terjadi. Yang terbayang oleh saya adalah tembakan liar saraf symphatetic dari paraventricular nucleus ke sistem imun, paru, usus dan lambung pasien saat itu. Semua ditampilkan dalam bentuk gejala khas masing-masing yaitu demam, sesak, perut sakit dan lambung terasa mual dan sebah.
Alhamdulillah Allah beri petunjuk kepada pasien dan kami semua untuk sabar dan istiqomah dalam menjalankan protokol metabolic conditioning tanpa keluh kesah. Yakin melalui jalan yang menyeimbangkan fisiologi dan sistem stress itulah kesembuhan akan tercapai. Yakin bahwa selama belum ajal, manusia punya kemampuan untuk melakukan self-healing melalui proses adaptasi yang benar.
Atas nama keluarga, saya mengucapkan terima kasih kepada Mas Tyo Prasetyo dan dr. Piprim Basarah Yanuarso untuk bantuan dan bimbingan konsultasinya selama ini. Terima kasih juga kepada Mas Bobby Halim yang rekaman video-videonya sangat membantu saya memahami fisiologi secara pelan-pelan dan Dr. Siti Chandra S Widjanantie untuk penjelasan tentang rehabilitasi pernafasan paska Covid. Semoga menjadi pemberat timbangan amal sholeh antum semua. Aamiin.
Nela Dusan,
Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto - mantan lawyer, pengarang, pencinta fotografi


